Bagi masyarakat Indonesia pluralisme atau keberagaman kerap ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, karena di Indonesia terdapat berbagai etnis, ras, bahasa dan agama. Pluralisme diterapkan dalam kehidupan sehari-hari agar masyarakat saling menghargai satu sama lain dan meminimalisir terjadinya konflik. Untuk menjaga keberagaman dibutuhkan toleransi.

Dalam buku Kebangsaan Demokrasi Pluralisme Bunga Rampai Etika Politik Aktual (2015), karya Franz Magnis Suseno, dijelaskan bahwa salah satu nilai penting dalam pluralisme adalah toleransi. Toleransi merupakan kesediaan untuk mengakui, bahkan menghargai keberadaan orang atau kelompok lain yang berbeda. Dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika maka keberagaman dapat terawat terutama di lingkungan generasi muda. Dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika diharapkan anak muda tergerak turut mempromosikan semangat toleransi, saling pengertian dan kerjasama.

Terkait dengan keberagaman, berikut beberapa pendapat anak-anak muda mengenai pluralisme atau keberagaman. Seperti Azhardin (25), Dokter Rumah Sakit swasta di Jambi, yang harus beradaptasi dengan bahasa Jambi saat memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat setempat. Azhardin yang biasa disapa Adin mengatakan harus mampu mengelaborasi istilah-istilah medis agar mudah dipahami secara awam dalam bahasa Jambi atau Palembang. Proses ini cukup menyenangkan Adin, dimana ia berkesempatan mempelajari kosakata-kosakata baru dalam suatu tatanan bahasa agar dapat memperlancar tugasnya sebagai dokter. Adin berpendapat bahwa keberagaman di Indonesia menarik untuk dipelajari. Karena manfaat yang paling nyata dirasakan adalah dapat membantu Adin beradaptasi dengan lingkungan ketika ia mempelajari budaya atau kebiasaan di lingkungan barunya. Yang penting di dalam keberagaman harus ada unsur gotong royong dan toleransi.

Berbeda dengan Adin, Eve Antoinette, yang biasa dipanggil Eve (18) memiliki pengalaman mengenai keberagaman ketika bergabung dalam komunitas Sanggar Seni Tari. Mahasiswa Desain Interior salah satu Universitas Swasta di Jakarta ini menemukan lingkungan yang sangat heterogen dan jauh berbeda dari lingkungan pertemanan sebelumnya. Mayoritas teman-teman sebayanya adalah keturunan Tionghoa yang beragama Kristen dan Budha. Bergabung dengan sanggar pada usia 13 tahun, Eve yang kala itu masih malu-malu merasa cukup kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Beruntung, Eve punya lingkungan pertemanan yang positif di sanggar hingga membantunya beradaptasi lebih cepat. Beberapa senior dan guru di sanggar juga memperlakukan Eve dengan sangat baik layaknya adik mereka sendiri sehingga tidak butuh waktu lama bagi Eve membaur dengan semua orang. Eve kagum dengan beragamnya latar belakang teman-teman di sanggar yang saling menjunjung tinggi toleransi, dimana waktu latihan  akan dihentikan saat memasuki waktu shalat, atau dispensasi bagi mereka yang beribadah di akhir pekan. Eve berpandangan bahwa keberagaman di Indonesia adalah sesuatu yang positif yang dapat mempererat persatuan  masyarakat Indonesia.

Beda lagi dengan Fito (22), mahasiswa Teknik Dirgantara di Bandung tumbuh di lingkungan perkotaan Jakarta Timur dan menghabiskan masa sekolahnya di Sekolah Swasta Kristen dan Katolik sebelum mengenyam pendidikan di kampus negeri di Bandung. Saat kuliah, Fito baru menyadari bahwa tingkat pergaulannya selama ini sangat kecil, berbeda dengan kondisi di kampus, yang lingkungan pergaulannya sangat beragam. Situasi yang cukup menantang ketika berhadapan dengan latar belakang budaya dan daerah asal yang berbeda. Fito menemukan banyak sekali kondisi  mahasiswa yang berasal dari daerah tertentu cenderung berkelompok dengan sesama mahasiswa dari daerah asal yang sama. Contohnya mahasiswa yang berasal dari Jawa Tengah cenderung bergaul dengan sesama mahasiswa asal Jawa Tengah, Jabodetabek dengan sesama Jabodetabek, Bandung dengan sesama Bandung. Situasi ini cukup menjadi tantangan terutama bagi mereka yang ingin mencoba masuk ke lingkungan pertemanan tertentu karena akan cenderung kesulitan. Fito sendiri akhirnya berteman dekat dengan teman-teman sesama asal Jabodetabek, namun tidak menjadi halangan baginya untuk bergaul dengan lingkup yang lebih luas mengingat statusnya sebagai aktivis kegiatan mahasiswa. Fito memandang keberagaman di Indonesia sebagai sesuatu yang sangat positif, dengan memahami  adanya beragam budaya, agama, adat dan kebiasaan, kita dapat memahami hal-hal yang berbeda dibanding dengan yang telah diketahui dan pegang teguh sebelumnya. Memahami keberagaman akan mencegah diri memiliki superiority complex atau kecenderungan merasa dirinya dan apa yang dipahaminya adalah sesuatu yang paling benar.

Sementara itu, Nindya Angelina (26), telah merasakan berbagai budaya sepanjang hidupnya. Sebagai orang Dayak yang lahir dan besar di Palangkaraya, Mahasiswa Pascasarjana Hukum Universitas di Malang, yang biasa disapa Elin merasakan betul keinginan yang kuat untuk berkuliah dan menuntut ilmu di pulau Jawa, khususnya Jakarta. Setelah menamatkan studi Sarjana di salah satu Universitas Swasta di Jakarta, Elin melanjutkan studi pascasarjana di Kota Malang, Jawa Timur. Elin bercerita bahwa lingkup pergaulannya di Kalimantan terbatas hanya pada teman-teman dengan latar belakang suku Dayak, Banjar, serta suku Jawa yang sudah lama menetap di Kalimantan. Latar Belakang Agama juga beragam dengan banyaknya teman Elin yang beragama Islam, Kristen, dan juga Hindu. Namun setelah pindah ke Jakarta untuk kuliah, Elin merasakan tingkat keberagaman yang tinggi di Ibukota. Elin bertemu dengan teman-teman yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia yang juga membawa kebiasaan dari daerah asal mereka, sehingga memberikan warna yang berbeda dalam lingkaran pergaulannya. Kondisi ini membuat Elin mengalami culture shock terutama dengan tingkat pergaulan yang sangat bebas di Jakarta. Beruntung teman-teman sekelasnya membantu beradaptasi sehingga ia dapat mengatasi kesulitannya. Elin juga menjalin pertemanan di komunitas hobi yang ditemuinya melalui media sosial. Menurut Elin, Keberagaman di Indonesia sangat penting untuk membuka cakrawala berpikir. Keberagaman mengajarkan seseorang untuk berpikir lebih luas dalam memandang keadaan  di sekitar.

 

Ditulis Oleh : Mariska