Bulukumba – Aktivitas menenun dapat ditemui di beberapa wilayah di Indonesia. Salah satunya di wilayah adat Kajang, Bulukumba, Sulawesi Selatan. Menenun adalah keterampilan yang wajib dimiliki perempuan suku Ammatoa Kajang. Keterampilan menenun kain menjadi syarat utama bagi perempuan Ammatoa Kajang agar bisa menikah.

“Perempuan adat di sini wajib menenun karena sudah jadi adat yang kami pegang sejak dulu. Sebab, apabila seorang perempuan di desa Tanah Toa ingin menikah, syaratnya adalah harus bisa menenun kain,” kata Ketua Perempuan Adat Masyarakat Ammatoa Kajang, Nur Haedah.

Aturan dan keterampilan menenun kain diwariskan secara turun temurun di Desa Tanah Toa. Setiap pagi, perempuan adat Ammatoa Kajang akan menenun kain dengan menggunakan tangan, kemudian dijual ke koperasi atau pasar dengan harga satu juta rupiah per lembar. Para penenun juga tergabung dalam kelompok perempuan penenun seperti kelompok Wanita Tani Tenun Kajang, Gerai Tenun Kajang dan Kalea. Tiap kelompok terdiri dari 20 sampai dengan 30 penenun perempuan.

Kain tenun yang dihasilkan para perempuan Ammatoa Kajang bukan kain sembarangan. Sebelum dijual, kain digosok punggung cangkang keong agar mengkilat. Satu lembar kain dapat diselesaikan dalam waktu tiga minggu.

Kain tenun Kajang (foto Nursida)

Kain tenun Kajang (foto Nursida)

Menurut keterangan Nur Haedah, hal pertama pertama yang dilakukan penenun adalah mengambil daun tarung dari pohon indigo untuk direndam selam 24 jam. Setelah itu, dicampur kapur, lalu abu dapur yang berasal dari bakaran kayu untuk memasak dengan tungku. Selanjutnya diayak dan masuk dalam karung dan airnya dialirkan ke korontana atau tempat hasil pengendapan.

Air hasil endapan (tekkeh) dimasukkan dalam wadah sebagai pewarna kain yang akan ditenun yaitu hitam. Tekkeh tidak akan diganti dan selalu dipakai untuk pewarna kain, hanya ditambah setiap dua hari sekali.

Mengenai penjualan, tergantung dari pemesanannya. Kadang dalam seminggu mendapat pesanan 10 kain, kadang tidak ada pesanan sama sekali. Tapi setiap hari mereka menenun sebagai tabungan bila tiba-tiba ada pesanan.

“Uniknya selama pandemi Covid-19 pemesanan dari sekitar wilayah adat Kajang justru meningkat. Karena meskipun pandemi, banyak dilangsungkan acara pernikahan di lingkungan masyarakat adat Kajang. Kain tenun merupakan salah satu hantaran penting dalam pernikahan masyarakat adat Kajang. Dalam satu pernikahan tak jarang membutuhkan minimal 20 lembar kain tenun sebagai hantarannya,” ujar Nursida, salah satu perempuan adat Ammatoa Kajang.

Salah seorang perempuan Ammatoa Kajang sedang melakukan aktivitas menenun (foto : Nursida)

Salah seorang perempuan Ammatoa Kajang sedang melakukan aktivitas menenun (foto : Nursida)

Keterampilan menenun perempuan Ammatoa Kajang sudah dilakukan turun temurun. Selain salah satu syarat agar dapat menikah, menenun juga membuat perempuan Ammatoa Kajang berdaya dan mendapatkan penghasilan untuk meningkatkan perekonomian sang perempuan sendiri dan keluarganya.