Siapa sih yang tak kenal dodol Betawi? Di bulan puasa Ramadhan banyak bermunculan penjaja dodol betawi. Dodol betawi memang cocok menjadi makanan saat berbuka puasa.
Penganan berwarna hitam kecoklatan dengan rasa manis gurih ini umumnya dibuat masyarakat Betawi dalam rangka bulan puasa Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha dan pesta pernikahan. Meskipun dodol Betawi dapat juga ditemui sehari-hari di beberapa lokasi di Jakarta seperti Condet, Jakarta Timur dan Bekasi. Umumnya komunitas-komunitas masyarakat Betawi. “Menjelang hari raya, dodol Betawi laris terjual. Karena proses pembuatannya yang rumit, hanya sedikit orang-orang yang ahli membuat dodol Betawi,” demikian ungkap Ruskomalasari, salah seorang warga Betawi yang tinggal di Kawasan Condet, Jakarta Timur. Ruskomalasari, sehari-hari disapa dengan Mala memiliki pengalaman membuat dodol bersama nenek, ibu dan saudara-saudaranya saat masih bersekolah beberapa tahun lalu. Selain warga Betawi, masyarakat Tionghoa juga membuat dodol. Ini menunjukkan adanya asimilasi budaya antara masyarakat Betawi dan Tionghoa.
Kebersamaan dalam Pembuatan Dodol Betawi
Proses pembuatan dodol Betawi sangat rumit. Bahan baku pembuatan yang terdiri dari ketan, gula merah, gula pasir dan santan harus dimasak di atas tungku dengan kayu bakar kayu selama 8 jam. Karena proses pembuatan dodol betawi tidak mudah, maka warga menerapkan prinsip saling membantu (sambatan) agar dodol dapat tercipta dengan benar. Bahan-bahan yang digunakan adalah ketan, gula merah, gula pasir dan santan kelapa tua. Bahan-bahan yang bagus akan membuat dodol legit dan tahan lama.
Hal pertama yang dilakukan adalah perempuan menyiapkan bahan-bahan, memarut kelapa yang sudah dikupas oleh laki-laki agar mendapatkan santan, menumbuk beras ketan untuk membuat tepung kemudian menuangkan semua campuran bahan ke atas kawa (penggorengan besar). Ketika dodol mulai kental, pengadukan dodol digantikan oleh laki-laki. Proses mengaduk (ngaduk) membutuhkan waktu yang lama, antara 8-12 jam tanpa henti dengan menggunakan pengaduk (gelo). Bahan bakar untuk memasak dodol adalah kayu bakar yang harus dijaga agar tidak terlalu panas dan mengeluarkan asap. Api yang terlalu besar akan membuat dodol gosong dan masak tidak rata. Asap dapat menyerap dalam dodol dan membuat rasanya tidak enak. Setelah masak, adonan dodol yang serupa bubur kental dituangkan ke cetakan lalu diangin-anginkan hingga uap panas menghilang. Setelah dingin, adonan menjadi lebih padat dan dapat dipotong-potong untuk disajikan. Memotong dodol menjadi bentuk yang kecil-kecil dan membungkusnya merupakan tugas akhir perempuan. Harga dodol Betawi besek seberat 1 (satu) kilogram sekitar 70 – 80 ribu rupiah.
Kolaborasi perempuan dan laki-laki dalam proses pembuatan dodol hingga menghasilkan dodol dengan rasa legit dan tahan lama menunjukkan tidak adanya perbedaan melakukan sebuah pekerjaan antara perempuan dan laki-laki. Kebersamaan mampu mengatasi kerumitan dalam pembuatan dodol Betawi. Intinya, bersama kita mampu melakukan kegiatan serumit apapun.
Recent Comments