Menurut Drs. Thabran Kahar dalam buku Upacara Tradisional Daerah Jambi, Upacara Menuak bagi suku Melayu Jambi merupakan upacara pernikahan. Tradisi Menuak ini terbagi menjadi 5 tahapan, yang selanjutnya disesuaikan dengan usia kehamilan dan keadaan kandungan Ibunya. Tahapan pertama diberi nama ‘Masa Alam Kuntu’. Masa alam kuntu adalah kehamilan satu bulan sepuluh hari pada putaran bulan berikutnya. Umur satu bulan sepuluh hari menurut perhitungan dan pengetahuan seorang dukun beranak-anak tersebut berupa kumpulan darah saja. Untuk memastikan apakah benar seseorang wanita telah hamil maka dipanggil dukun beranak ke rumah. Upacara menuak pada tahap alam kuntu sangat sederhana dan terbatas untuk memberikan semangat, masukan serta nasihat kepada pasangan suami istri, yang istri baru saja hamil.
Tahap kedua tradisi menuak diberi nama ‘Kun Jarak Kalibun Nahi Qul Nahi’. Pada tahapan ini kandungan sudah berumur tiga bulan sepuluh hari. Bentuk bayi pada konten sudah mulai berwujud, walaupun masih dalam bentuk yang sangat sederhana. Pada saat ini, Ibu yang sedang terjadi biasanya mengalami banyak perubahan secara emosional yang ditandai dengan berbagai tingkah laku yang sulit dipahami. Ia meminta sesuatu yang sukar dipenuhi, yang kadang-kadang menimbulkan kesulitan bagi suaminya. sesuai permintaan dan permintaan aneh yang dilakukan seorang Ibu yang sedang dipercaya timbul karena sifat dan pembawaan anak yang dikandungnya. Tahapan menuak ini ditujukan untuk membekali suami atau calon Ayah dari bayi yang dikandung berupa pengetahuan mengenali sifat-sifat dari Istri atau Ibu yang sedang mengandung. Pada masa kehamilan ini, wajar jika Ibu berada dalam keadaan yang mudah dialami dan mengalami keadaan mengidam dengan berbagai macam permintaan. Maka, bagi calon Ayah sebaiknya harus banyak bersabar, menahan diri dan banyak mengalah.
Tahapan ketiga tradisi menuak diberi nama ‘Masa Nur Muhammad’. Pada tahapan ini, usia kandungan sudah berumur enam bulan tujuh hari. Saat ini, calon bayi sudah berbentuk manusia dan sudah bernyawa. Pada tahapan tentu saja upacara menuak dilakukan untuk menunjukkan rasa syukur atas rahmat Tuhan untuk yang telah singgah dalam keluarga yang akan dikaruniai anak. Tradisi ini dilakukan sebagai salah satu bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Kehamilan berikutnya memasuki tahap keempat yang disebut masa ‘Muhammad Basyir Subhanallah’. Pada tahapan ini isi sudah memasuki umur 8 bulan 10 hari, dan calon bayi sudah diberikan pancaindra yang lengkap sebagai calon manusia normal kelak. Upacara menuak kali lebih mempertegas rasa syukur kepada Tuhan atas segala ramhat-Nya. Puji-pujian terhadap Nabi Muhammad sudah seharusnya dilakukan.
Tahapan kelima sekaligus tahapan yang terakhir dari menuak yaitu, ‘Masa Muhammad Yauladu Allahu Akbar’. Pada saat ini Calon bayi berada di antara konten yang tidak ada di alam dunia. Di sini segala kebesaran Tuhan diperlihatkan kepada manusia. Pintu rahim yang demikian kecil, namun dapat mengeluarkan bayi dengan selamat, dan proses kelahiran sungguh menggagumkan bagi manusia. Apalagi pada zaman dahulu ilmu pengetahuan manusia sangat sederhana dan terbatas, sehingga segala sesuatu yang masih dikembalikan kepada kuasa Sang Pencipta.
Namun seiringnya waktu, menurut salah satu masyarakat di sekitar Kompleks Candi Muaro Jambi, Borju, tradisi Menuak saat ini hanya Tasyakuran 7 bulanan dan salah satu pemberitahuan resmi keluarga dari ibu yang berisi kepada dukun beranak yang ada di desanya agar dukun beranak siap memberi pertolongan saat bayi akan lahir nanti. Tradisi ini biasaya hanya dilakukan sekali saja saat kandungan sudah berusia 7 bulan. Pihak Keluarga yang melaksanakan upacara Menuak ini memberikan sejumlah makanan kepada dukun beranak dan sekitarnya, nasi ketan kuning serta lauk-pauknya di antaranya ayam panggang dan bumbuan kelapa goreng. Borju juga mengatakan, Tradisi Menuak ini juga digunakan masyarakat sekitar Muaro Jambi untuk memperkirakan jenis kelamin calon bayi yang sedang dikandung. Jika nasi hasil kukusan untuk upacara 7 bulanan keras, dipercayai bahwa anak yang sedang di kandung berjenis kelamin laki-laki. Maka sebaliknya, jika nasi hasil kukusan lembek, diyakini bahwa anak yang di kandung berjenis perempuan. Selain Borju, Datuk Zainul salah satu tokoh masyarakat di sekitar Danau Sipin, Jambi juga mengatakan, bahwa Upacara Menuak saat ini hanya dilakukan saat usia bayi dalam kandungan telah berusia 7 bulan.
Perbedaan dari upacara yang dipaparkan Drs. Thabran Kahar dalam buku Upacara Tradisional Daerah Jambi yang diterbitkan Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, tahun 1985 dengan cerita dari Jambi saat ini, ada pada proses upacara masyarakat Menuak yang dahulu memiliki 5 tahapan, yang dimulai sejak bayi baru dikandung hingga tahapan akhir saat bayi akan lahir ke dunia. Sedangkan upacara Menuak kini hanya dilakukan saat usia kandungan usia 7 bulan. Sungguh menarik upacara Menuak ini, semoga tetap lestari hingga nanti.
Ditulis Oleh : El Laily
Recent Comments